Pekan minggu ini
manajemen Persib sedang dipusingkan oleh beberapa keluhan bobotoh, khususnya
kepada Panitia penyelenggara pertandingan. Berbagai macam kritikan dan saran
menjadi sarapan di setiap harinya. Anggapan mereka terhadap kinerja panpel
dianggap kurang serius dalam memberi kenyamanan khususnya kepada penonton yang
menyaksikan langsung pertandingan. Seperti disinyalir di beberapa jaringan
sosial, banyak sekali mereka membeberkan keluhannya langsung kepada Panpel,
entah itu dari segi pendistribusian tiket yang masih dipegang oleh calo, sampai
kepada fasilitas yang tidak memfasilitasi mereka. Seperti kasus pembelian tiket
yang hanya bisa berdiri menyaksikan pertandingan maupun ketidakaturan nomor
kursi yang duduk tidak berdasarkan nomor tiket duduknya.
Berangkat dari sanalah,
penulis mencoba memberikan sedikit masukan kepada Panpel terhadap sistem
pertiketan tersebut. Sebetulnya, tidak ada yang salah dalam sistem tiket ini.
pendistribusian tiket bisa dikatakan baik. Mendistribusikan tiket kepada
distrik-distrik organisasi supporter persib; kepada media elektronik seperti
Bobotoh FM bahkan langsung di loket stadion, merupakan cara yang efektif, walau
pun tetap saja bisa dikatakan Calo lebih pintar dalam menyingkapi hal ini.
Mengenai persoalan
calo, penulis tidak menjamin jika pemberantasan calo merupakan tindakan yang
efektif, karena bagaimanapun keberadaan calo bisa dikatakan sejajar mahluk
gaib. Mereka terlihat hanya di stadion, sedangkan disaat mereka membeli, mereka
tidak terlihat. Pembatasan pembelian tiket pun mungkin sudah dilakukan oleh
manajemen PANPEL kepada distributor resmi. Tapi ya begitulah calo, selalu saja
pintar untuk mencari keuntungan. Seperti yang dikeluhkan oleh para bobotoh,
keuntungan yang mereka ambil benar-benar dibatas kewajaran, sampai di beberapa
pertandingan penting, kenaikan 2x lipat dari harga asli pun sering dilakukan
oleh para calower. Oleh karena itu, wajar sekali jika Bobotoh muak dengan hal
demikian. Dan mengenai permasalahan calo ini, sudah saya bahas. Silahkan cek
saja. “PERSIB BOBOTOH dan Calo”
Selanjutnya, mengenai
fasilitas yang ada malah tidak memfasilitasi. Sebelumnya, kita rucutkan kepada
sistem tiket. Permasalahan ini selalu saja ada, bahkan seringkali menjadi
topik. Bahkan beberapa media cetak memberitakan adanya kerusakan di Stadion.
Tidak menutup kemungkinan, adanya kerusakan ini diakibatkan oleh mebludaknya
penonton yang melebih kapasitas stadion. Tapi yang mesti digaris bawahi adalah
bukan kepada kapasitas stadionnya, melainkan kepada manajemen PANPEL sendiri
dalam menyelenggarakan pertandingannya. Sebagai contoh jika kapasitas stadion
khususnya di salah satu tribun 1000 orang, lalu tribun itu menampung 2000
orang, maka tidak menutup kemungkinan penyebabnya adalah adanya “kebocoran”. Apa
penyebabnya, yang jelas keberadaan oknum adalah penyebabnya. Oleh karena itu,
pembahasan mengenai masalah ini harus sering dievaluasi. “Emhh kalau tidak
dibahas nanti malah keasikan oknumnya.”
Beberapa penyebab ini
sebetulnya satu, “Ketidaktegasannya Panpel terhadap Oknum yang hidup di
dalamnya.” Disini penulis tidak menyalahkan panpel, namun panpel adalah
penanggung jawab yang pertama dan mempunyai wewenang untuk menindak para oknum.
Penulis hanya menyalahkan oknum saja, entah dari keamanannya, maupun dari
bobotohnya sendiri. Karena bagaimanapun ya Oknum sama saja seperti Jurig,
sejajarlah dengan calo. Mereka tidak terlihat, walau pergerakan mereka selalu
terlihat. Susah untuk diberantas, tapi dibuat malu pasti bisa, kalau sudah
malu, ya berharap tidak jadi oknum lagi. Lalu apa solusinya???
Karena mereka tidak
terlihat, tapi pergerakannya terlihat, maka Panpel juga harus melakukan
beberapa gerakan yang terlihat. Kalau boleh memberikan ide, Sedikit saja saya
menggambarkan pergerakan ini “Meni siga densus atuh. Wiosnya … hehe”
Spanduk dipenuhi dengan
organisasi persib, tapi sayang panpel belum melihatkan spanduknya. Spanduk ini
ditempelkan dibeberapa tribun, apapun kalimatnya tapi harus kepada tujuannya
yaitu, memberikan kenyamanan. Sebagai contoh “SABILULUNGAN” bersama-sama untuk
membangun kenyamanan didalam stadion, dengan membeli tiket dan duduk
berdasarkan no tiket.” Atau salah satu contoh lagi “Beli Tiket, Nonton Persib”.
Kedengarannya tidak terlalu penting, namun jika mereka melihat tulisan itu,
nanti pun akan terlihat mana oknum dan mana bobotoh.
Yang kedua Persoalan nomor
kursi ataupun kursi. Ini tidak akan mungkin menjadi masalah jika tidak ada
oknum. Karena itu oknum sesekali bolehlah dikasih penegasan. Penegasan bisa
berbagai macam, entah ia dikeluarkan dari lingkungan stadion dan sebagainya. Sebagai
contoh, Jika pada saat penonton ingin duduk berdasarkan no kursinya, dan
kursinya sudah terisi maka ini tugas panpel untuk membantunya. Disana pasti
bakalan terlihat mana oknum dan mana bobotoh. Jika sudah terlihat, ini wewenang
panpel entah mengeluarkan oknum tersebut, atau membiarkan oknum tersebut sampai
pertandingan selesai dengan menyita no identitas atau apapun yang bisa disita. Cara
demikian ini pasti mengeluarkan energi yang lebih, tapi darisanalah panpel dan
semuanya, bisa membina para oknum tersebut, dengan mengumpulkan para oknum
seusai pertandingan. Kalau udah kaya gini, pasti oknum di penonton ini bakalan
kapok, dan si oknum di panpel sendiri pun ya berharap tidak melakukannya lagi.
Bagaimana jika oknum
itu aparat?
Ada beberapa cara,
salah satunya, kalau panpel serius, kenapa tidak panpel membuat penyelidikan.
Seperti pengalaman penulis. Saya pun pernah tidak membeli tiket dan membeli
kursi kepada oknum (cuman sekali). Memang enak, harga bisa lebih murah, dan
kita bisa duduk. Tapi kalau boleh jujur, lebih nyaman beli tiket dicalo
daripada beli kursi ke oknum. Sayang dulu itu, tidak ada kursi. Kalau dulu saja
stadion sudah difasilitasi dengan kursi, pasti menonton penuh dengan rasa
tegang dan rasa takut. Takut diusir intinya itu. Dan ternyata tidak, soalna
tidak ada penegasan ^o^. Namun, ya oknum itu seperti pedagang, dia membutuhkan
langganan. Sebagai konsumen dan pedagang, pastinya hubungan komunikasi itu hal
yang menjadi syaratnya. Nah dulu, saya meminta nomor handphonenya, dan sempet
kita ngobrol. Bahkan ada niat untuk membeli kursi lagi. Jika melihat kepada
pengalaman saya, kenapa tidak panpel membentuk penyelidikan, misalnya, panpel
menjadi penonton dan pembeli kursi, sehingga panpel sendiri tau, bagaiamana
gerakan mereka yang terselubung itu.
Ada beberapa gerakan
panpel yang baru yang mesti kita apresiasi. Jika melihat kepada pertandingan
pertama diputaran kedua, cukup bagus, ditempatkannya beberapa panpel didalam
stadion. Tapi sayangnya sangat sedikit, “lebih banyak setannya soalna ketimbang
malaikatna.” Untuk mengatasi ini, kembali kepada kata SABILULUNGAN,
bersama-sama memberi kenyamanan.
Seperti yang kita
ketahui, PERSIB memiliki beberapa Organisasi supporter. Kenapa tidak,
bersama-sama membangun kenyamanan tersebut, mereka pasti tidak hanya menampung
keluhan dan aspirasi bobotoh saja, tapi mereka bakalan siap membantu.
Pengurus-pengurus dari
organisasi supporter beserta panpel membentuk beberapa satgas, Satgas-satgas
ini ditempatkan di luar stadion, pintu gerbang, dan pintu tribun. Teknisnya, pemeriksaan
tiket itu dua kali, ketika di gerbang dan di pintu tribun. Biar bobotoh tidak
kaget, petugas yang diluar gebang memberitahukan beberapa hal penting. insya Allah
oknum akan berkurang.
Namun ini terlalu
berlebihan. Tapi apa lagi yang mesti dilakukan panpel selain memberi penegasan
kepada oknum. Kalau tidak begini, oknum makin banyak. ada aparat pun ya tetap
saja oknum itu hidup. Oleh karena itu, SABILULUNGAN SIB !!! yang akan menjadi
solusi terakhir dari masalah panpel ini. Semua pendukung dan pecinta PERSIB
berkerja sama dalam membangun kenyamanan ini. lebar soalna lamun engke BLA siga
si Jalak Harupat.
Untuk itu, “sok cing
saradar geura, cing taat kana aturan piraku kudu dilaporkeun ka KPK mah. Nitip
weh sok tong jadi OKNUM, da si oknum tah biangkerokna.” Nyaah ka persib mah
make tiket bro, jeung Santun!”
Terimakasih sudah
membaca, semoga ada manfaatnya. Mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam
penulisan. Sekedar memberikan beberapa pemikiran yang timbul dari dasar hati,
karena kepedulian kepada situasi sekarang, diajar nulis jeung curcol sih intina
mah. (saeutik rada lebay) hehe..
By : @cariosanaki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar