Jumat, 17 Mei 2013

CALO MASALAH SEMUANYA



PERSIB Bobotoh dan Calo adalah salah satu pembicaraan yang sering kita dengar. Pembahasan mengenai PERSIB, setiap harinya media cetak di provinsi Jawa Barat selalu menampilkan berita mengenai perkembangannya, seakan semuanya menjadi topik yang menarik untuk selalu diperbincangkan. Dari mulai pemberitaan tentang bagaimana mereka latihan sampai kepada rumor-rumor yang berkaitan dengan pemain PERSIB itu sendiri. Maka tak heran, sebagian orang mencari-mencari media cetak tersebut hanya untuk mengetahui perkembangan tim kebanggaan Jawa Barat. Seperti hasil wawancara saya kepada salah satu pelanggan salah satu media cetak di Bandung. Bapak Yadi mengutarakan alasan pertama menjadi salah satu pelanggan setia media cetak tersebut ialah tidak ingin kehilangan informasi mengenai problematika sosial yang terjadi, apalagi yang berkaitan dengan PERSIB BANDUNG. Selain itu, disela-sela obrolan kami dia pun mengatakan “ah meser Koran ogé, anggeur wéh nu diaos mimitina mah nu pakuat-kait sareng PERSIB.”
Jadi, sesuai dengan hasil wawancara tersebut, jelaslah PERSIB dalam hal ini memberikan pengaruh kepada pembaca khususnya yang berkaitan dengan media informasi. Oleh karena itu, cukup beralasan jika PERSIB merupakan sebuah tim yang dicari-cari keberadaannya dan memberikan keuntungan bagi beberapa media bahkan semua kalangan.
Ini pun bisa dibuktikan dalam hasil wawancara saya kepada salah satu penjual Koran di Bandung. Yang menjadi menarik dari perbincangan kami ialah seperti yang dia katakan “yeuh jang, lamun persib meunang mah, beurang teh geus bisa balik ka imah”. Seperti yang kita ketahui, selain memberikan income bagi beberapa media, pedagang Koran pun selalu diuntungkan dengan keberadaan PERSIB ini.
Namun jika melihat perbincangan mengenai PERSIB ini, jarang sekali media memberikan informasi penting tentang bagaimana masalah yang dihadapi PERSIB terutama yang berkaitan dengan BOBOTOHnya. Jika kita mencermati permasalahan yang dihadapi bobotoh, maka CALO ialah musuh besar Bobotoh. Banyak sekali bobotoh mengeluh tentang adanya calo. Seperti yang sering diperbincangkan, calo selalu saja mengambil keuntungan jika PERSIB bermain di kandang. Mencari keuntungan dari calo ini tidak tanggung-tanggung. Mereka seringkali memberikan harga yang sangat mahal, bahkan 2x lipat dari harga aslinya. Hal demikian selalu hangat diperbincangkan, apalagi selepas pertandingan kandang PERSIB usai. Jejaring sosial selalu menjadi media pertama Bobotoh untuk menyampaikan keluhannya. Namun sayang, keluhannya tersebut tidak dibarengi dengan solusi untuk permasalahan ini. permasalah calo ini pun kian hidup dan makin menjadi.
Sebetulnya, manajemen tidak tinggal diam dalam persoalan ini. Pendistribusian tiket sudah seringkali diamanatkan kepada bobotoh. Namun, tetaplah Calo… ya begitulah Calo. “kuduna mah tong éléh ku calo”. Lalu apa solusi untuk calo ini?
Memberantas Calo memang tidaklah mudah, tapi membiarkan mereka semena-mena pun adalah kesalahan. Karena itu, permasalahan bobotoh dan calo ini seharusnya menjadi topik yang menarik bagi media untuk diperbincangkan. Mudah-mudahan saja media mengangkat topik tentang calo ini, sedikitnya bisa mengurangi keberadaan mereka tersebut, walaupun tidak menutup kemungkinan tidak menjamin.
Jika pada kenyataannya calo tidak bisa kita berantas, salah satu diantara solusi yang sudah disampaikan ialah “tidak membeli tiket di calo”. Akan tetapi menurut saya, solusi ini tidak begitu efektif, pasalnya jika pendistribusian tiket masuk kepada distributornya, maka tak menutup kemungkinan calo pun bisa masuk didalamnya. Memang susah, calo ini seperti mahluk gaib. Kita bisa melihat keberadaan calo ketika dia menawarkan tiketnya, lalu saat membeli tiket, kita tidak tahu calo itu yang mana. Jadi, solusi terakhirnya adalah, seharusnya manajemen mengumpulkan semua calo, duduk berdampingan dan berdiskusi bersama-sama serta bobotoh ikut serta didalamnya. Kalau tidak seperti ini, mereka (calo) bakalan lebih senaknya memberikan harga tiket yang mahal. Kalau calo (bukan distributor) sekedar mencari keuntungan Rp. 2000 saja ya harap dimaklum. Ibaratnya kita membeli jasa mereka. “Solusi ini solusi yang salah namun saya melatarbelakangi kepada kehidupan masyarakat Indonesianya, meraih keinginan dengan instan.” Dengan demikian, kita (bobotoh) saling diuntungkan, kita memberi keuntungan untuk calo (cuman 2%) dan kita diuntungkan dengan keberadaannya (Ya kalau bisa mah jangan). ^o^
Mudah-mudahan kedepannya permasalahan ini cepat teratasi, “karunya ogé bobotoh ari mahal mah, tapi kukituna mah bangga, rék mahal rék murah angger weh pinuh stadion mah. Tapi tetep piraku kudu éleh ku calo.”
Terakhir “Cing inget, tong éléh ku calo, geura-geura mesen tiket” hiji deui “NYAAH KA PERSIB MAKE TIKET”
By : @cariosanaki

SABILULUNGAN SIB!!



Pekan minggu ini manajemen Persib sedang dipusingkan oleh beberapa keluhan bobotoh, khususnya kepada Panitia penyelenggara pertandingan. Berbagai macam kritikan dan saran menjadi sarapan di setiap harinya. Anggapan mereka terhadap kinerja panpel dianggap kurang serius dalam memberi kenyamanan khususnya kepada penonton yang menyaksikan langsung pertandingan. Seperti disinyalir di beberapa jaringan sosial, banyak sekali mereka membeberkan keluhannya langsung kepada Panpel, entah itu dari segi pendistribusian tiket yang masih dipegang oleh calo, sampai kepada fasilitas yang tidak memfasilitasi mereka. Seperti kasus pembelian tiket yang hanya bisa berdiri menyaksikan pertandingan maupun ketidakaturan nomor kursi yang duduk tidak berdasarkan nomor tiket duduknya.
Berangkat dari sanalah, penulis mencoba memberikan sedikit masukan kepada Panpel terhadap sistem pertiketan tersebut. Sebetulnya, tidak ada yang salah dalam sistem tiket ini. pendistribusian tiket bisa dikatakan baik. Mendistribusikan tiket kepada distrik-distrik organisasi supporter persib; kepada media elektronik seperti Bobotoh FM bahkan langsung di loket stadion, merupakan cara yang efektif, walau pun tetap saja bisa dikatakan Calo lebih pintar dalam menyingkapi hal ini.
Mengenai persoalan calo, penulis tidak menjamin jika pemberantasan calo merupakan tindakan yang efektif, karena bagaimanapun keberadaan calo bisa dikatakan sejajar mahluk gaib. Mereka terlihat hanya di stadion, sedangkan disaat mereka membeli, mereka tidak terlihat. Pembatasan pembelian tiket pun mungkin sudah dilakukan oleh manajemen PANPEL kepada distributor resmi. Tapi ya begitulah calo, selalu saja pintar untuk mencari keuntungan. Seperti yang dikeluhkan oleh para bobotoh, keuntungan yang mereka ambil benar-benar dibatas kewajaran, sampai di beberapa pertandingan penting, kenaikan 2x lipat dari harga asli pun sering dilakukan oleh para calower. Oleh karena itu, wajar sekali jika Bobotoh muak dengan hal demikian. Dan mengenai permasalahan calo ini, sudah saya bahas. Silahkan cek saja. “PERSIB BOBOTOH dan Calo”
Selanjutnya, mengenai fasilitas yang ada malah tidak memfasilitasi. Sebelumnya, kita rucutkan kepada sistem tiket. Permasalahan ini selalu saja ada, bahkan seringkali menjadi topik. Bahkan beberapa media cetak memberitakan adanya kerusakan di Stadion. Tidak menutup kemungkinan, adanya kerusakan ini diakibatkan oleh mebludaknya penonton yang melebih kapasitas stadion. Tapi yang mesti digaris bawahi adalah bukan kepada kapasitas stadionnya, melainkan kepada manajemen PANPEL sendiri dalam menyelenggarakan pertandingannya. Sebagai contoh jika kapasitas stadion khususnya di salah satu tribun 1000 orang, lalu tribun itu menampung 2000 orang, maka tidak menutup kemungkinan penyebabnya adalah adanya “kebocoran”. Apa penyebabnya, yang jelas keberadaan oknum adalah penyebabnya. Oleh karena itu, pembahasan mengenai masalah ini harus sering dievaluasi. “Emhh kalau tidak dibahas nanti malah keasikan oknumnya.”
Beberapa penyebab ini sebetulnya satu, “Ketidaktegasannya Panpel terhadap Oknum yang hidup di dalamnya.” Disini penulis tidak menyalahkan panpel, namun panpel adalah penanggung jawab yang pertama dan mempunyai wewenang untuk menindak para oknum. Penulis hanya menyalahkan oknum saja, entah dari keamanannya, maupun dari bobotohnya sendiri. Karena bagaimanapun ya Oknum sama saja seperti Jurig, sejajarlah dengan calo. Mereka tidak terlihat, walau pergerakan mereka selalu terlihat. Susah untuk diberantas, tapi dibuat malu pasti bisa, kalau sudah malu, ya berharap tidak jadi oknum lagi. Lalu apa solusinya???
Karena mereka tidak terlihat, tapi pergerakannya terlihat, maka Panpel juga harus melakukan beberapa gerakan yang terlihat. Kalau boleh memberikan ide, Sedikit saja saya menggambarkan pergerakan ini “Meni siga densus atuh. Wiosnya … hehe”
Spanduk dipenuhi dengan organisasi persib, tapi sayang panpel belum melihatkan spanduknya. Spanduk ini ditempelkan dibeberapa tribun, apapun kalimatnya tapi harus kepada tujuannya yaitu, memberikan kenyamanan. Sebagai contoh “SABILULUNGAN” bersama-sama untuk membangun kenyamanan didalam stadion, dengan membeli tiket dan duduk berdasarkan no tiket.” Atau salah satu contoh lagi “Beli Tiket, Nonton Persib”. Kedengarannya tidak terlalu penting, namun jika mereka melihat tulisan itu, nanti pun akan terlihat mana oknum dan mana bobotoh.
Yang kedua Persoalan nomor kursi ataupun kursi. Ini tidak akan mungkin menjadi masalah jika tidak ada oknum. Karena itu oknum sesekali bolehlah dikasih penegasan. Penegasan bisa berbagai macam, entah ia dikeluarkan dari lingkungan stadion dan sebagainya. Sebagai contoh, Jika pada saat penonton ingin duduk berdasarkan no kursinya, dan kursinya sudah terisi maka ini tugas panpel untuk membantunya. Disana pasti bakalan terlihat mana oknum dan mana bobotoh. Jika sudah terlihat, ini wewenang panpel entah mengeluarkan oknum tersebut, atau membiarkan oknum tersebut sampai pertandingan selesai dengan menyita no identitas atau apapun yang bisa disita. Cara demikian ini pasti mengeluarkan energi yang lebih, tapi darisanalah panpel dan semuanya, bisa membina para oknum tersebut, dengan mengumpulkan para oknum seusai pertandingan. Kalau udah kaya gini, pasti oknum di penonton ini bakalan kapok, dan si oknum di panpel sendiri pun ya berharap tidak melakukannya lagi.
Bagaimana jika oknum itu aparat?
Ada beberapa cara, salah satunya, kalau panpel serius, kenapa tidak panpel membuat penyelidikan. Seperti pengalaman penulis. Saya pun pernah tidak membeli tiket dan membeli kursi kepada oknum (cuman sekali). Memang enak, harga bisa lebih murah, dan kita bisa duduk. Tapi kalau boleh jujur, lebih nyaman beli tiket dicalo daripada beli kursi ke oknum. Sayang dulu itu, tidak ada kursi. Kalau dulu saja stadion sudah difasilitasi dengan kursi, pasti menonton penuh dengan rasa tegang dan rasa takut. Takut diusir intinya itu. Dan ternyata tidak, soalna tidak ada penegasan ^o^. Namun, ya oknum itu seperti pedagang, dia membutuhkan langganan. Sebagai konsumen dan pedagang, pastinya hubungan komunikasi itu hal yang menjadi syaratnya. Nah dulu, saya meminta nomor handphonenya, dan sempet kita ngobrol. Bahkan ada niat untuk membeli kursi lagi. Jika melihat kepada pengalaman saya, kenapa tidak panpel membentuk penyelidikan, misalnya, panpel menjadi penonton dan pembeli kursi, sehingga panpel sendiri tau, bagaiamana gerakan mereka yang terselubung itu.
Ada beberapa gerakan panpel yang baru yang mesti kita apresiasi. Jika melihat kepada pertandingan pertama diputaran kedua, cukup bagus, ditempatkannya beberapa panpel didalam stadion. Tapi sayangnya sangat sedikit, “lebih banyak setannya soalna ketimbang malaikatna.” Untuk mengatasi ini, kembali kepada kata SABILULUNGAN, bersama-sama memberi kenyamanan.
Seperti yang kita ketahui, PERSIB memiliki beberapa Organisasi supporter. Kenapa tidak, bersama-sama membangun kenyamanan tersebut, mereka pasti tidak hanya menampung keluhan dan aspirasi bobotoh saja, tapi mereka bakalan siap membantu.
Pengurus-pengurus dari organisasi supporter beserta panpel membentuk beberapa satgas, Satgas-satgas ini ditempatkan di luar stadion, pintu gerbang, dan pintu tribun. Teknisnya, pemeriksaan tiket itu dua kali, ketika di gerbang dan di pintu tribun. Biar bobotoh tidak kaget, petugas yang diluar gebang memberitahukan beberapa hal penting. insya Allah oknum akan berkurang.
Namun ini terlalu berlebihan. Tapi apa lagi yang mesti dilakukan panpel selain memberi penegasan kepada oknum. Kalau tidak begini, oknum makin banyak. ada aparat pun ya tetap saja oknum itu hidup. Oleh karena itu, SABILULUNGAN SIB !!! yang akan menjadi solusi terakhir dari masalah panpel ini. Semua pendukung dan pecinta PERSIB berkerja sama dalam membangun kenyamanan ini. lebar soalna lamun engke BLA siga si Jalak Harupat.
Untuk itu, “sok cing saradar geura, cing taat kana aturan piraku kudu dilaporkeun ka KPK mah. Nitip weh sok tong jadi OKNUM, da si oknum tah biangkerokna.” Nyaah ka persib mah make tiket bro, jeung Santun!”
Terimakasih sudah membaca, semoga ada manfaatnya. Mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan. Sekedar memberikan beberapa pemikiran yang timbul dari dasar hati, karena kepedulian kepada situasi sekarang, diajar nulis jeung curcol sih intina mah. (saeutik rada lebay) hehe..
 By : @cariosanaki
   

Selasa, 14 Mei 2013

BOBOTOH



 
Bobotoh PERSIB

Bobotoh dalam kamus bahasa sunda dapat diartikan sebagai pendukung yang disempitkan menjadi supporter. Kata Bobotoh ini dikenal sebagai pendukung dari tim sepak bola PERSIB kebanggaan Kota Bandung dan Jawa Barat. Selain daripada Jawa Barat, keberadaan Bobotoh ini tersebar di seluruh kawasan Indonesia. Ini bisa dibuktikan dari beberapa nama yang selalu disisipkan kedaerahannya. Lewat organisasi yang mereka bentuk, yang dikenal sebagai viking Persib. Sebagai contoh Viking Tanggerang, Viking Borneo, Viking Jakarta, Viking Yogyakarta, Viking Surabaya, dan lain-lain. Bukan saja tersebar diseluruh penjuru Indonesia, organisasi ini pun berkibar di beberapa negara. Salah satu diantaranya Viking Singapura, Viking Malaysia bahkan ada juga diantara mereka yang mengatasnamakan sebagai Viking Jepang. Keberadaan mereka pun turut menjadi perhatian beberapa media elektronik. Seperti yang pernah terlihat dilayar kaca, ketika Indonesia melakoni pertandingan sepak bola melawan Iraq, Syal dari bobotoh persib ini sangat jelas terekam. Oleh karena itu, tak heran mereka yakin bahwa keberadaan bobotoh ini tersebar di seluruh negara. Sehingga timbulah penamaan baru sebagai Bobotoh PERSIB Sa-Alam Dunya.

Ada beberapa hal yang menarik dari perkembangan Bobotoh itu sendiri, terutama yang berkaitan dengan beberapa organisasi yang mereka bentuk. Sedikit menganalogikan bobotoh dengan beberapa fans dari klub eropa.


Jika kita mengenal Manchester United, maka Manchunian adalah supporter asli dari kota manchester, dan United fans merupakan bentuk organisasi yang menampung kecintaan di luar masyarakat Manchester terhadap tim favoritnya. Dan kita akui fans united ini tersebar diseluruh negri. Di Indonesia sendiri, fans united terbentuk menjadi tiga kelompok, diantaranya yaitu, Indonesia Manchester United, United Indonesia dan United Army. Bagaimana dengan Bobotoh dan PERSIB?

Melihat kepada latar belakangnya, BOBOTOH PERSIB dengan Manchunian bisa dikatakan sama. Lewat sejarahnya PERSIB merupakan tim yang terbentuk di tanah sunda, maka tidak menutupkemungkinan Bobotoh pun terlahir dari masyarakat sunda itu sendiri. Namun yang menjadi pembedanya, penamaan bobotoh sekarang ini tidak saja untuk masyarakat asli sunda atau Jawa Barat, namun lebih kepada supporter atau masyarakat pecinta PERSIB. Berkaitan dengan keorganisasiannya pun, Bobotoh Persib membentuk beberapa organisasi. Seperti Balad Persib yang didirikan oleh wartawan senior Sigit Nugroho sebagai pelopor organisasi supporter Persib. Keberadaan organisasi ini memberikan dampak yang sangat besar. Salah satu diantaranya, terbentuk kelompok atau organisasi supporter yang baru. Seperti Viking, BOMBER (Bobotoh Maung Bersatu), HOLIGAN dan lain-lain. Tak hanya itu, kelompok supporter untuk para perempuan pun bermunculan. Salah satu diantaranya Ladies Vikers dan Maung Geulis. Oleh karena itu keberadaan mereka kian menambah warna dari PERSIB dan Bobotoh itu sendiri. Tak heran jika PERSIB bertanding berbagai spanduk turut meriahkan pertandingan dan memewahkan stadion. Bukan hanya itu saja, kreativitas mereka pun turut mewarnai pertandingan, lewat atribut yang mereka pakai, koreo yang mereka tampilkan dan nyanyian-nyanyian yang memberi dampak psikologis bagi para pemainnya. Jadi, jangan salahkan mereka jika media elektronikpun seringkali menampilkan kreativitasnya, bahkan Camera man pun sesekali mencuri pandangannya kepada beberapa bobotoh wanita atau pun hal yang dianggap menarik di dalam stadion. Akan tetapi, jika kita melihat pertandingan di televisi, seringkali media menyamarkan beberapa suara. Biasanya media menyamarkan suara ini kepada moment yang dianggap RASIST. Mudah-mudahan nyanyian rasist ini sedikit demi sedikit diganti dengan chant yang benar-benar kreatif. “Kalau pun mau rasist, berasistlah dengan kreatif, biar tidak kelihatan rasistnya” ^o^.   


Gambar dikutip dari Berita Persib Online
Sesuai dengan uraian diatas, maka sangat beralasan jika kedua supporter ini mempunyai kesamaan. “Siapa yang tidak tahu MUFC dan PERSIB? hanya orang-orang yang berada didalam gua saja yang tidak tahu keduanya”.

Kembali kepada BOBOTOH dan organisasi supporter Persib.
Berbagai macam organisasi supporter Persib, dimulai dari Viking, Bomber, Holigan bahkan sampai kepada Maung geulis, seringkali memberi kebingungan bagi bobotoh itu sendiri. Tak sedikit dari mereka pun malah jadi “rariweuh”. Situasi ini terkadang menjadi konflik diantaranya. Apakah ada kepentingan didalamnya? Saya benar-benar tidak tahu.

Yang jelas, keberadaan berbagai Organisasi Supporter Persib harus saling didukung, dimaknai sebagai kreativitas baru. Karena dari sinilah PERSIB bisa menjadi semakin hebat dengan dukungan bobotoh yang hebat. Apapun dan siapapun organisasinya, selagi untuk PERSIB mesti didukung. “Kabeh dulur Ngadukung PERSIB.”

Sekarang apakah kalian bangga sebagai BOBOTOH PERSIB?
“Ii Bobotoh Ni Natte Kudasai.” Jawablah dengan menjadi BOBOTOH Santun.
Salam Bobotoh Sa-alam Dunya

Gambar dikutip dari Kabar Terbaru Persib/Facebook


By : @cariosanaki