PERSIB Bobotoh dan Calo adalah salah satu pembicaraan yang sering kita dengar. Pembahasan mengenai
PERSIB, setiap harinya media cetak di provinsi Jawa Barat selalu menampilkan
berita mengenai perkembangannya, seakan semuanya menjadi topik yang menarik
untuk selalu diperbincangkan. Dari mulai pemberitaan tentang bagaimana mereka
latihan sampai kepada rumor-rumor yang berkaitan dengan pemain PERSIB itu
sendiri. Maka tak heran, sebagian orang mencari-mencari media cetak tersebut
hanya untuk mengetahui perkembangan tim kebanggaan Jawa Barat. Seperti hasil
wawancara saya kepada salah satu pelanggan salah satu media cetak di Bandung.
Bapak Yadi mengutarakan alasan pertama menjadi salah satu pelanggan setia media
cetak tersebut ialah tidak ingin kehilangan informasi mengenai problematika
sosial yang terjadi, apalagi yang berkaitan dengan PERSIB BANDUNG. Selain itu,
disela-sela obrolan kami dia pun mengatakan “ah meser Koran ogé, anggeur wéh nu
diaos mimitina mah nu pakuat-kait sareng PERSIB.”
Jadi, sesuai dengan
hasil wawancara tersebut, jelaslah PERSIB dalam hal ini memberikan pengaruh
kepada pembaca khususnya yang berkaitan dengan media informasi. Oleh karena
itu, cukup beralasan jika PERSIB merupakan sebuah tim yang dicari-cari
keberadaannya dan memberikan keuntungan bagi beberapa media bahkan semua
kalangan.
Ini pun bisa dibuktikan
dalam hasil wawancara saya kepada salah satu penjual Koran di Bandung. Yang
menjadi menarik dari perbincangan kami ialah seperti yang dia katakan “yeuh
jang, lamun persib meunang mah, beurang teh geus bisa balik ka imah”. Seperti
yang kita ketahui, selain memberikan income bagi beberapa media, pedagang Koran
pun selalu diuntungkan dengan keberadaan PERSIB ini.
Namun jika melihat
perbincangan mengenai PERSIB ini, jarang sekali media memberikan informasi
penting tentang bagaimana masalah yang dihadapi PERSIB terutama yang berkaitan
dengan BOBOTOHnya. Jika kita mencermati permasalahan yang dihadapi bobotoh,
maka CALO ialah musuh besar Bobotoh. Banyak sekali bobotoh mengeluh tentang
adanya calo. Seperti yang sering diperbincangkan, calo selalu saja mengambil
keuntungan jika PERSIB bermain di kandang. Mencari keuntungan dari calo ini
tidak tanggung-tanggung. Mereka seringkali memberikan harga yang sangat mahal,
bahkan 2x lipat dari harga aslinya. Hal demikian selalu hangat diperbincangkan,
apalagi selepas pertandingan kandang PERSIB usai. Jejaring sosial selalu
menjadi media pertama Bobotoh untuk menyampaikan keluhannya. Namun sayang,
keluhannya tersebut tidak dibarengi dengan solusi untuk permasalahan ini.
permasalah calo ini pun kian hidup dan makin menjadi.
Sebetulnya, manajemen
tidak tinggal diam dalam persoalan ini. Pendistribusian tiket sudah seringkali
diamanatkan kepada bobotoh. Namun, tetaplah Calo… ya begitulah Calo. “kuduna
mah tong éléh ku calo”. Lalu apa solusi untuk calo ini?
Memberantas Calo memang
tidaklah mudah, tapi membiarkan mereka semena-mena pun adalah kesalahan. Karena
itu, permasalahan bobotoh dan calo ini seharusnya menjadi topik yang menarik
bagi media untuk diperbincangkan. Mudah-mudahan saja media mengangkat topik tentang
calo ini, sedikitnya bisa mengurangi keberadaan mereka tersebut, walaupun tidak
menutup kemungkinan tidak menjamin.
Jika pada kenyataannya
calo tidak bisa kita berantas, salah satu diantara solusi yang sudah
disampaikan ialah “tidak membeli tiket di calo”. Akan tetapi menurut saya,
solusi ini tidak begitu efektif, pasalnya jika pendistribusian tiket masuk
kepada distributornya, maka tak menutup kemungkinan calo pun bisa masuk
didalamnya. Memang susah, calo ini seperti mahluk gaib. Kita bisa melihat keberadaan
calo ketika dia menawarkan tiketnya, lalu saat membeli tiket, kita tidak tahu
calo itu yang mana. Jadi, solusi terakhirnya adalah, seharusnya manajemen
mengumpulkan semua calo, duduk berdampingan dan berdiskusi bersama-sama serta
bobotoh ikut serta didalamnya. Kalau tidak seperti ini, mereka (calo) bakalan
lebih senaknya memberikan harga tiket yang mahal. Kalau calo (bukan
distributor) sekedar mencari keuntungan Rp. 2000 saja ya harap dimaklum.
Ibaratnya kita membeli jasa mereka. “Solusi ini solusi yang salah namun saya
melatarbelakangi kepada kehidupan masyarakat Indonesianya, meraih keinginan
dengan instan.” Dengan demikian, kita (bobotoh) saling diuntungkan, kita
memberi keuntungan untuk calo (cuman 2%) dan kita diuntungkan dengan
keberadaannya (Ya kalau bisa mah jangan). ^o^
Mudah-mudahan
kedepannya permasalahan ini cepat teratasi, “karunya ogé bobotoh ari mahal mah,
tapi kukituna mah bangga, rék mahal rék murah angger weh pinuh stadion mah.
Tapi tetep piraku kudu éleh ku calo.”
Terakhir “Cing inget, tong éléh ku calo, geura-geura mesen tiket” hiji deui “NYAAH KA PERSIB
MAKE TIKET”
By : @cariosanaki